Label

Jumat, 06 Januari 2012

Kau Harus Tahu

(sumber gambar dari google)

Kawan, kau tahu
Banyak orang yang bijak,orang yang sukses, orang yang kaya, bahkan orang yang sengsara
Tapi, jangan katakan: aku menderita!
Atau kau akan nikmati hidupmu hanya dengan ratapan sesat!

Kawan, banyak sekali orang yang sukses dengan sifat bijaknya, yang didukung kekayaan dari orangtuanya atau saudaranya.
Tapi, banyak orang yang sukses namun tak punya sifat bijak. Meski banyak harta, melimpah ruah, hidup dalam istana.

Kawan, banyak orang yang sukses karena kekayaannya, dan akhirnya mendatangkan sifat bijaknya. Kemudian bertambah hartanya.

Dan kau pilih mana, Kawan?

Jika kau tak punya kekayaan, tak punya sifat bijak, tapi kau ingin sukses, maka kau sukses dalam keomongkosonganmu!

Kawan, biar kita tak punya kekayaan yang mendukung, tapi lahirkanlah sifat bijak itu, hingga kau akan sukses dalam hatimu!

Ketenangan dan kenyamanan hidup yang tak semua orang miliki, meskipun ia miliki kekayaan yang melimpah ruah.

Dan aku memang tak miliki kekayaan yang mendukung itu, tapi aku miliki harta yang harus aku dukung dengan sifat bijak itu, agar aku raih kesuksesan dalam memiliki harta itu. Bertanggung jawab.

Dan kau tahu, Kawan? Hartaku adalah orang tua, keluarga, saudara, sahabat, teman, kawan, bahkan lawan yang memberiku pelajaran agar aku lebih bisa mengalah dan bisa merangkulnya dalam langkah yang bijak.

Ya, semua itu adalah kekayaanku, karena Alloh Maha Kaya...

Senin, 02 Januari 2012

Tanami Tanah Pertiwi (100 besar lomba Andai Aku Menjadi DPD RI)





Aku hanya seorang anak seorang petani kecil dan lulusan SLTP. Namun aku tetap anak Indonesia, yang memiliki kecintaan terhadap bangsa dan negara. Meski aku sendiri tidak tahu apa benar negeri ini masih berbangsa, dan masihkah tanah ini layak disebut negara. Mungkin atau tidak, tapi aku tetap punya mimpi. Meski mimpi ini selalu terampas oleh kenyataan, kekuasaan dalam hak yang diwakilkan sekumpulan orang yang mengaku pahlawan. Nyatanya benar, mereka adalah pahlawan untuk kelompok atau organisasi yang bertopeng atas nama rakyat. Bendera berwarna dan berlambang kerakusan lengkap dengan atribut dan kadernya. Aku yakin bisa menjadi DPD RI, jika aku terus berusaha. Seperti yang kerjanya hanya tidur atau duduk di kursi dengan asyik menonton film dewasa sambil tertawa. Lagi pula aku juga sudah dewasa, maka aku bisa!

Aku punya mimpi! Aku ingin menjadi DPD RI. Bukan untuk mencari nama (pahlawan) atau uang serta kekuasaan. Tapi aku ingin membebaskan rakyat dari belenggu janji serta memajukan kehidupan dengan segala sumberdaya maupun potensinya. Aku akan ajukan undang-undang tentang pembelaan kesejahteraan para petani dan nelayan, serta rakyat miskin desa lainnya. Bukan undang-undang yang menjadi pintu kebebasan bagi pembesar negara untuk melebarkan tanah dan rumahnya. Bukan pula untuk memudahkan langkahnya dalam membusungkan dada dan membuncitkan perutnya, agar tidak ada lagi rakyat yang kehilangan harta dan nyawanya dengan sia-sia. Digusur tanah dan rumahnya, apalagi terjajah hak dan kewajibannya. Sebab aku memiliki wewenang untuk hal tesebut, sebagai DPD RI. Bukan mewakili rakyat dalam menikmati kekayaan negara, sehingga aku hidup dalam kemewahan, namun rakyat hidup dalam kesengsaraan. Aku akan benar-benar tajamkan mata serta pikiran, lalu mengelolanya dengan hati dan ilmu kenyataan yang dialami rakyat, agar tidak ada hukum yang membuat rakyat semakin menderita dan sengsara.

Tugas DPD RI, bukan hanya soal hukum dan perundang-undangan, namun juga implementasinya. Maka aku akan selalu gunakan hak suara rakyat dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang terkoordinir, untuk mengurangi adanya demo-demo yang kadang hanya menambah masalah, bukan menyelesaikan masalah. Karena demokrasi bukan hanya untuk wakilnya, tetapi juga yang diwakilkan. Apalagi jika demo hanya ajang untuk menyakiti diri dengan jahit mulut ataupun bunuh diri. Karena rakyat juga memilki hak untuk mengawasi pemerintahan dan memiliki kewajiban untuk membangun kepemerintahan yang sehat, jujur, adil, dan bijaksana. Maka rakyatlah yang harusnya beperan penting dalam hal pembangunan, otonomi daerah, bukan para investor asing. Karena rakyat masih mampu untuk mengolah tanahnya sendiri, tanah ibu pertiwi. Dan dengan bantuan serta sokongan dari pemerintah, maka terbuktilah dari rakyat untuk rakyat. Bukan dari rakyat lalu dijerat, dikhianati dengan janji-janji yang hanya menambah reputasi basi bagi pembesar-pembesar negara yang komunis, leberalis, maupun hedonis. Bertangan besi.

Dengan kenyataan yang ada, apakah benar jika Indonesia itu negara agraris. Dimana kini impor beras semakin tinggi, bahkan sampai-sampai menjadi induk masalah di tubuh DPR, yang seharusnya paham dan tahu bahwa Indonesia memiliki tanah yang subur makmur, tanah surga. Namun yang subur hanya tanah yang di atasnya dibangun gedung yang mewakili kebun, ternak, tambak, bahkan juga mewakili dapur. Sementara sawah dan ladang para petani tidak lagi memiliki kesempatan menumbuhkan bibit harapan kesejahteraan, jika hanya untuk sekedar membuat sambal, tomatnya saja kini harus impor!