Label

Sabtu, 28 April 2012

KARENA MUSIK ITU ILMU

(sumber gambar dari google)

Musik lebih dekat dengan keindahan. Dan musik pun digandrungi oleh semua kalangan; orang tua, dewasa, remaja serta anak-anak. Orang kuno (jaman dahulu) biasa menggunakan musik untuk melaksanakan berbagai ritual, kemudian menggabungkannya dengan tarian-tarian, suara dan juga mantra yang disusun dengan secara sempurna. Sehingga menghasilkan irama, lagu, serta keharmonisan dari semua jenis alat atau benda yang menghasilkan bunyi-bunyian. Perkembangan jaman pun membuat orang menggunakan musik untuk sarana bersosialisasi, menyampaikan pendapat, pesan atau maksud dan juga untuk menghibur serta mengekspresikan diri. Bahagia, sedih dan lucu (humor). Bahkan musik juga digunakan untuk sarana dakwah, mengenalkan Tuhan melalui keindahan nada dan suara.

Seharusnya musik dikenalkan pada anak-anak karena sejarahnya. Dimana musik merupakan sarana yang mudah untuk menyambungkan atau menyampaikan ilmu pelajaran serta cara mengingat ilmu yang paling asyik. Namun banyak orangtua yang mampu dan memiliki keinginan lebih untuk menyekolahkan anaknya sebagai modal dasar untuk menjadi seorang yang pandai bermusik, terkenal dan kemudian memanennya kelak. Setelah dewasa atau pada saat masih remaja. Bahkan mengeksploitasi anak sejak dini dengan alasan kebahagian si anak. Padahal kebahagian anak-anak adalah bisa membuat kegaduhan (ramai). Maka seharusnya orang tua pandai memanfaatkan kegaduhan yang dibuat anaknya untuk hal-hal yang positif.

Namun tak dipungkiri, banyak orangtua yang mengenalkan musik dan gabungan lainnya seperti menari atau berjoged khas orang dewasa. Dimana mereka membuat kegaduhan si anak untuk mengobati kejenuhan dirinya sendiri. Bahkan dengan bangganya mereka memamerkan apa-apa yang dianggap ketrampilan atau kelebihan anaknya itu pada khalayak. Padahal tak lain mereka sedang menanamkan kebodohan; menunjukkan kebahgiaan yang semu, sementara kebanggaan yang didapatkannya hanya menjadi bahan perbincangan tanpa menghasilkan suatu pembelajaran yang memotifasi, hanya cap buruk yang didapatkannya. Maka tak salah jika si anak tumbuh menjadi seorang yang berpikir bahwa kebahagiaannya adalah hak yang tak dapat diganggu gugat dengan hukum yang tak tertulis; hukum pimikiran manusia dalam penilaian ilmu bersosial.

Dunia anak adalah dunia yang penuh kecerian. Karena dunia anak adalah dunia pertumbuhan, penanaman dan pembibitan pemikiran untuk kemajuan. Maka seharusnya seorang anak tak layak diajarkan untuk bermain musik orang dewasa. Musik yang penuh dengan syair kebencian dan kegalauan, walaupun syairnya cinta namun hanya mencerminkan kesemuan terhadap rasa yang tumbuh untuk salah seorang semata. Karena biasanya musik yang mengajarkan cinta dalam arti sosial adalah musik yang beraliran keras, belum lagi jika menggunakan atribut yang tak pantas untuk dipandang. Bagaimana mungkin seorang laki-laki memakai anting atau tindik yang bukan hanya pada telinga, tapi juga di alis (samping mata), lidah, hidung, bibir, bahkan melukis tubuhnya dengan aneka gambar yang menyeramkan. Apakah mau jika seorang anak akan beranggapan kalau kebahagiaan mereka adalah kegaduhan yang mirip kegaduhan anak muda atau dewasa? Dimana bersuka cita dalam kebanggaan untuk menunjukkan kekuatan dengan saling dorong, angkat badan, atau bahkan saling membenturkan badan seperti pada musik underground.

Mari, kembalikan musik anak pada konotasi sesungguhnya. Bahwasanya musik itu ilmu. Menjaga dan mengapresiasikan diri dalam bentuk kesopanan bahasa dan konjungsi atau gabungan lainnya seperti syair, tarian, pencitraan diri dalam seni yang mengangkat derajat sosialnya meski tak mendapatkan apresiasi materi. Karena dewasa ini banyak orang mengatakan bahwa musik adalah sumber penghidupan; siapa yang memantapkan musik karena untuk makan (bekerja), maka dipastikan ia akan berhasil dengan atau dalam bermusik. Namun sayangnya terkadang mereka melupakan kebahagiannya dalam meraih hak dan kewajiban seorang anak; belajar (menuntut ilmu) dan bermain.

Apalagi musik yang datang dari moderenisasi dunia luar semakin parah. Jangan biarkan realitas musik anak indonesia diracuni budaya asing yang semakin gencar mengapresiasikan kebebasannya dalam membungkusi musik dengan gaya hidup orang asing yang sangat tak pantas untuk anak-anak indonesia. Busana yang semakin minim dan memamerkan bentuk tubuh yang seharusnya menjadi bagian kehormatan seorang wanita.

8 komentar:

  1. I REally agree with your opinion about the music is a knowledge, especially for the children. as my experience in teaching for kids in kindergarteen, music is effective to teach children in learning. TU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak NurAthirahSyam: Thank you, :)
      and that knowledge should be developed, but unfortunately only a stage of development and come out with applause, and after it is gone. sad .. : (

      Mbak Putra Negara: thank you .. :)

      Hapus
  2. aku suka al-Qur'an, no music tempat di hatiku. :)

    BalasHapus