Label

Jumat, 28 Desember 2012

Kesabaran adalah ilmu yang tidak ada habisnya





“Selama anaknya masih hidup, meski wajah telah berkerut, meski rambut telah beruban, dan masih ada pula sisa tenaganya, seorang ibu masih rela dan sanggup jadi hamba. Lalu kapan si anak hendak balas jasa?!”

Adalah seorang ibu dari dua anak laki-laki yang sedang merantau di Jakarta. Juga berstatus janda yang ditinggal mati oleh suaminya karena sakit. Meskipun usianya baru kepala empat, tetapi tidak juga Si Ibu ini punya niat untuk menikah lagi. Malah ia memilih mengabdikan diri menjadi istri yang setia. Tak pernah bosan menziarahi makam suaminya untuk berdoa dan membersihkannya. Mengajarkan ilmu cinta kepada anak-anaknya. Ada keinginan untuk melihat hidup anaknya dewasa kelak: bahagia dan bersahaja. Ada juga harapan untuk dapat menumpang hidup kepada anak pertamanya di usia senjanya nanti.

Tetapi, Si Ibu ini tahu betul cita-cita anaknya—yang tak jauh berbeda dengannya. Dimana rumah cinta yang menjadi peninggalan kakek dan neneknya sudah mulai rapuh dan tak bisa diandalkan lagi dalam segala cuaca. Lebih tua dari usia anak pertamanya. Ada juga untuk menyambung harapan ia meminta kepada anak pertamanya agar membawa istrinya ke rumah cinta yang jauh dari kata sederhana itu jika menikah nanti. Karenanya, apabila mendapatkan uang kiriman dari anak-anaknya, ia pun selalu menyisakan untuk sekedar membeli bahan-bahan bangunan, semampunya. Seperti yang sudah dilakukannya. Menganti pintu rumahnya, Mengganti beberapa lembar seng yang bocor, dan mengganti tiangnya yang keropos. Bahkan pagar gedeknya pun ditambal dengan tripleks tipis, walau hanya pada ruang kamar tidur saja.

Semua itu dilakukannya sebagai pengingat bagi anaknya bahwa rumah cinta adalah cita-cita pertamanya yang harus segera diwujudkan, sedangkan menulis dan taman baca adalah impiannya yang memang juga harus diperjuangkan walau berat dan susah. Karena itu ia tidak marah ataupun sedih ketika mengetahui bahwa anaknya membeli laptop dengan cara kredit untuk menggapai impianya itu. Malah ia rela korbankan perasaan saat ada saudara-saudaranya yang memiliki pemikiran lain—kalau itu hanya untuk gaya-gayaan saja.

Pernah, salah satu teman anaknya mengatakan; “anaknya mainan laptop ibunya menggendong karung!” pada Si Ibu ketika melihatnya pulang dari kebun teh sebagai kuli pemetik daun teh. Tetapi dengan tenang Si Ibu menjawab; 'biar berkah'.

Bicara soal berkah, entah kapan Si Ibu ini merasakannnya. Tetapi banyak yang ia contohkan kepada anaknya. Pernah anaknya marah karena ada tetangga yang menaruh barang di rumahnya. Kemudian kursi yang menjadi pengisi salah satu ruangan dalam rumah dipinjamnya pula. Tetapi Si Ibu itu tetap sabar dan menenangkan anaknya yang marah karena tersinggung; rumah ibunya bukan gudang. Akan tetapi, kini Si Ibu ini memilih tinggal (tidur, masak, mandi dll) di rumah bibinya yang juga sudah dianggap sebagai ibu kandungnya. Semua itu bukan karena menghindar dari saudara perempuannya (kakak) yang sedikit tidak waras dan suka mengamuk. Tetapi karena pengabdian kepada seorang bibi yang sudah dianggapnya sebagai ibu, itu.

Dengan sabar Si Ibu ini mengurus adik sepupunya (perempuan) yang sakit lumpuh. Memandikannya, memakaikan baju, menyuapi saat makan, mendudukkan di kursi, menidurkan di ranjang, juga mengurusnya saat dan setelah buang air—baik kcil maupun besar. Memang terkadang masih dibantu oleh orangtuanya—Si Bibi, tetapi ia tetap harus bersabar karena adik sepupunya yang lumpuh—kini juga mulai tuli. Bicaranya pun tak jelas dan sangat pelan. Mengurus orang seperti ini sangat butuh kesabaran dan kelemah lembutan, sebab perasaannya sangat mudah tergores jika ada gerakan sedikit keras saat mengurusnya. Apalagi juga tidak bisa ditinggal lama-lama, sehingga untuk sholat pun tak bisa pergi ke masjid untuk berjamaah. Tetapi Si Ibu ini tetap tekun.

Memang Tuhan itu Maha Tahu, tetapi Si Ibu ini juga harus tahu kalau anak pertamanya berhasil mewujudkan cita-citanya untuk rumah cinta, juga membawa istrinya sesuai yang diinginkannya, entah bagaimana nanti akhirnya. Apakah harus tetap tinggal di rumah bibinya untuk merawat adik sepupunya atau memilih tinggal bersama anak dan menantunya. Dan hanya Tuhan yang tahu apa yang selalu terucap dari bibirnya yang tak pernah bergincu.

Kini umur bibinya sudah tua, hampir 70 tahun, sedangkan adik sepupunya mungkin seumuran dengannya. Pun memiliki satu anak laki-laki yang baru mulai bekerja—merantau di Jakarta setelah lulus SMA. Dan entah bagaimana nanti jika salah satu putus usianya. Kecuali adik sepupunya lebih dulu, tetapi mana bisa umur dipinta? Jika yang lain, atau dirinya? Hanya Tuhan Yang Tahu, usia sudah jadi rahasia-Nya. Dan senjata utama untuk menjaga segala hal yang tak pasti jelas hanya kesabaran.

Kembali lagi ke kakak perempuannya yang sebenarnya tidak gila, hanya saja suka mengamuk itu. Jika pulang anak-anaknya nanti, maka Si Ibu ini harus menebalkan kesabarannya. Sebab, jika sampai cita-cita dan keinginannya dari anak pertamanya, maka ia harus berbagi ruangan dalam satu atap. Apa mungkin, menantunya akan menerima kedaan keluarganya? Bagaimana nasib anaknya? Lagi-lagi hanya Tuhan Yang Berkuasa. Dan menjalankan sebuah usaha serta berdoa sudah pasti dilakukannya, agar anak-anaknya mau menerima kenyataan bahwa hidup di dunia itu memang asing. Dunia adalah penjara bagi yang menghamba pada-Nya.

Hidup dalam ketidak sederhanaan memang terkadang menumbuhkan rasa malu jika tidak dapat menjaga diri dari hak kepemilikan. Tetapi Si Ibu ini amat sadar, bahwa malu adalah sebagian dari iman. Dan sutau kali pernah dibuat malu saat namanya disebutkan dalam suatu perbandingan besar kecilnya suatu nominal saat menyumbang untuk pembangunan masjid. Si Ibu ini dijadikan tolak ukur bagi mereka yang masih enggan beramal. Lebih besar sumbangannya daripada mereka yang kehidupannya terbilang lebih dari kata sederhana. Akan tetapi Si Ibu ini tetap ikhlas, tidak mennginkan sanjungan dari mereka yang mendengar semua itu. Dan tidak memikirkan berapa besar pahala yang akan didapatkannya.

Pahala memang tak terlihat, tapi—mungkin—bisa dirasa dengan adanya ketenangan. Sehingga Si Ibu ini pun tetap tenang saat menjalankan kehidupannya, saat meminjamkan juga memberikan sebagian yang dimilikinya, bahkan saat menerima ketentuannya yang terkadang tak sesuai harapan dan apa yang ia percayakan atas hal tersebut. Tetapi Si Ibu ini tetap percaya, bahwa Tuhan Maha Besar dan Maha Mengetahui apa-apa yang ada di balik semua rasa kekecewaannya: Kesabaran adalah ilmu yang tidak ada habisnya...

Jumat, 23 November 2012

Buku-buku Antologiku























Buku Antologiku :

1. Curahan Hati Untuk Tuhan. ( untuk amal dan tidak memiliki bukunya) LeutikaPrio (indie)
2. Funny Pocong and Casper Around us. (tidak memiliki bukunya) AGpublishing (indie)
3. Puisi Adalah Hidupku. (tidak memiliki bukunya) LeutikaPrio (indie)
4. Surat Dear Mama #4. (untuk amal dan tidak memiliki bukunya) NulisBuku.com (indie)
5. surat 99 Pesan Kerinduan untuk President. (tidak memilki bukunya) LeutikaPrio (indie)
6. Kisah Inspiratif Seorang Nenek Di Bawah Pohon Kasturi. (untuk amal dan memiliki bukunya sebagai hadiah Lomba Menulis Puisi untuk Indonesia, juara harapan 3) OaseQalbu (indie)
7. 101 Puisi Cinta Untuk TKI. (tidak memiliki bukunya) Umahaju Publisher (indie)
8. FTS Memori In Love (tidak memiliki bukunya) SkylArt Publishing (indie)
9. Cerpen dan Puisi Alam Imajer (tidak memiliki bukunya) Puput Happy Publisher (indie)
10. Puisi Presiden untuk Presidenku. (tidak memiliki bukunya) SANY publisher( indie)
11. FTS Event Tahun Baru. (tidak memiliki bukunya) Anissa Ae publisher (indie)
12. FTS Perindu Surga (memiliki bukunya sebagai hadiah juara 1 puisi di bulan Mei di Grup AAR) Puput Happy Publisher (indie)
13. Puisi Indonesia Dalam Naungan Doa Kami (tidak memiliki bukunya) Penerbit Oase Qalbu (indie)
14. Puisi Berbagi Kasih (tidak memiliki bukunya) Penerbit Sahabat Kita (indie)
15. Puisi Selayang Pesan Penghambaan (tidak memiliki bukunya) Penerbit Oase Qalbu (indie)
16. FTS Ramadhan di Rantau (tidak memiliki bukunya) Penerbit Harfey (indie)
17. FTS, Surat & Puisi Penantang Mimpi (Tuhan, aku dan sastra) (tidak memiliki bukunya) Hasfa Publishing (indie)
18. Cerpen Palingan Wajah Garuda (memiliki bukunya) penerbit Antarnusa
19. Kisah Inspiratif Menatap Luas Kehidupan (untuk amal dan tidak memiliki bukunya) Rasibook (indie)
20. FF komedi Aksi Hantu (tidak memiliki bukunya) Deka Publisher (indie)
21. Cerpen Say No To Tatto (memiliki bukunya) Deka Publisher (indie)
22. Kisah Lebaran Menerjang Rindu Antara Seol-Kerinci (tidak memiliki bukunya) Penerbit Oase Qalbu (indie)
23. Puisi Dalam Nafas Kata (tidak memiliki bukunya) Goresan Pena Publishing (indie)
24. Cerita Serba Serbi Mudik #2 (tidak memiliki bukunya dan royalti untuk amal) Deka Publisher
25. Berbagi Abi (tidak memiliki bukunya dan royalti untuk amal) Deka Publisher
26. Tentang Pahlawan (tidak memiliki bukunya) Pena Nusantara (lini indie)


Keterangan : maksud daripada indie adalah tidak masuk ke toko buku (skala nasional), pemasaran hanya lewat internet (online). Biayanya pun ditanggung pihak penyelenggara lomba. Jarang ada royaltinya, kecuali ikut investasi. Penulis hanya mendapatkan potongan harga jika membeli bukunya, sebesar 15 / 20 %.

ini link info (catatan) pada facebookku:
https://www.facebook.com/note.php?saved&¬e_id=394256803935708

Kamis, 08 November 2012

Ibu dan Pahlawan

(gambar dari geogle)
Seorang ibu adalah pejuang. Pahlawan bagi anak-anaknya. Tidak ada manusia yang tidak tahu betapa beratnya perjuangan seorang wanita ketika hamil selama sembilan bulan sampai melahirkan bahkan sampai membesarkannya. Merawat dengan sepenuh hati, jiwa dan pikiran. Hingga suatu ketika si bayi yang pernah dikandungnya sudah sampai berumur tua dan memiliki anak sekali pun—ia tetap akan mengatakan “dia anakku!”.

Dan seorang pejuang, atau pahlawan—juga memliki sifat yang sama seperti ibu! Ia selalu melahirkan pemikiran-pemikiran hebat, cemerlang, idealis dan kemudian berusaha membesarkannya dengan mengimplementasikannya. Berjuang sepenuh jiwa raga, mengorbankan semua yang dimilikinya, harta maupun nyawa. Rela jauh dari keluarga, tak peduli sakit hingga meregang nyawa.

Ibu dan pahlawan adalah kalimat dan suku kata yang tak akan pernah terpisahkan! Seperti halnya langit dan bumi. Jika salah satunya tak dimiliki, maka mustahil akan ada yang namanya kebahagian, kemerdekaan, dan kedamaian. Hanya saja, semua itu tidak datang dengan semudahnya nyawa yang hilang dari seorang pejuang dan pahlawan atau pengorbanan dari seorang ibu.


Kedamaian itu tidak berbentuk, maka jangan pernah membentuk hati, pikiran, jiwa dan perasaan kita dengan kebencian. Dendam dan kehancuran! Atau kita akan kehilangan kebahagian dari seorang ibu yang telah melahirkan kita serta dari para pejuang dan pahlawan yang tak pernah membentuk hatinya dengan kesedihan walau kebahagiaan belum datang sepenuhnya. Sebab, kebahagiaan yang sesungguhnya adalah saat kita menginjakkan kaki di surga. Dan kebahagian di dunia adalah cara dan jalannya, dengan membagikannnya kepada yang tak atau belum merasa bahagia.

Rabu, 07 November 2012

Pupuk Organik Balatani




PUPUK ORGANIK "BALATANI"

1. Solusi jitu bagi merosotnya kualitas tanah pertanian, rusaknya ekosistem dan menurunnya kesehatan karena pemakaian pupuk kimia yang berlebihan pada hasil pertanian.
Pupuk Organik Balatani diproduksi berdasarkan penelitian dan uji Laboratorium di Unsoed Purwokerto, sehingga mutu dan kualitasnya selalu terkontrol.
2. Dengan komposisi dari Pupuk kandang murni dari ternak kambing dan sapi tanpa campur an lain dan diperkaya dengan 12% dolomit, 3% phosphat alam. Juga tambahan mineral lain yang dibutuhkan tumbuhan, kemudian melalui proses Fermentasi dari Bakteri Bakteri Patogen (Lactobaccilus dll) . maka menghasilkan komposisi Pupuk yang sangat bagus untuk Hasil Pertanian dan Perkebunan.

3. Dan demi Prinsip keberpihakkan terhadap Petani maka Pupuk ini Dijual dengan harga yang sangat Murah untuk Kualitas pupuk yang seperti Ini.


Anda Tertarik? Buktikan saja...!
Pemesanan dan Konsultasi harga Hub. 0817295081/ 085727147136 (Yudi)

Rabu, 31 Oktober 2012

kenapa ibu suka menangis?


(foto dari Geogle)

Seorang anak lelaki kecil bertanya kepada ibunya.
“Mengapa Bunda menangis?”
“Karena Bunda butuh menangis,” jawab sang ibu.
“Aku tak mengerti,” ujar si kecil.
Sang ibu memeluk si kecil dan berkata, “Kau tidak akan pernah mengerti.”

Berlarilah si kecil kepada ayahnya.
“Ayah, mengapa Bunda menangis tanpa alasan yang jelas… dan bisa kumengerti?”
“Semua perempuan seperti itu, menangis tanpa alasan,” jawab sang ayah tanpa peduli.

Pergilah si kecil mencari guru mengajinya, masih dalam kebingungan mengapa Bunda menangis tanpa alasan yang jelas.
“Wahai Ustadzah, mengapa ibundaku dan kaumnya begitu mudah menangis?”
Menjawablah sang ustadzah ;

“Ketika Allah menciptakan wanita, maka Dia menciptakan mahluk yang sangat special.
Allah ciptakan mahluk ini lengkap dengan dua bahu yang sangat kuat untuk memikul semua beban dunia, namun dengan lengan yang lembut untuk memeluk anak-anaknya.
Allah karuniai mahluk ini kekuatan batiniah yang luar biasa demi menanggungkan pedihnya melahirkan anak yang kemudian akan meninggalkan dan mengabaikannya.
Allah berikan mahluk ini ketegaran yang memungkinkannya terus bertahan dan berjuang ketika semua orang lain sudah berputus asa, demi merawat seluruh keluarganya di saat sakit dan lelah tanpa mengeluh.
Allah hiasi mahluk ini dengan kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam semua keadaan, bahkan saat si anak menyakiti hatinya.
Allah lengkapi mahluk perempuan ini kekuatan untuk menerima suaminya dengan segala kekurangan dan kelemahannya.
Allah ciptakan mahluk ini dari tulang rusuk laki-laki demi melindungi hati si laki-laki.
Allah karuniai dia kebijaksanaan sehingga mengetahui bahwa seorang suami yang baik tidak pernah menyakiti istrinya, tetapi sering menguji kekuatan dan keteguhan hati si istri dalam mendampinginya.
Akhirnya, Allah karuniai wanita dengan air mata untuk dipakainya setiap saat dia membutuhkannya. Dia tidak memerlukan alasan, penjelasan untuk menggunakannya karena air mata itu adalah miliknya.
Anakku, kecantikan seorang wanita tidak terletak pada pakaian yang dikenakannya, tidak pada wajahnya atau sisiran rambutnya. Kecantikan seorang perempuan ada pada matanya, karena itulah pintu gerbang menuju hatinya – tempat cinta bersemayam.”
Si kecil berlalu dengan membawa jawaban yang disimpannya di dalam hatinya dan tidak pernah lagi dia bertanya kepada ibunya, mengapa Bunda menangis?

Oleh : Nurah Tayeb (Seorang wartawati dari Afrika Selatan yang bekerja untuk Aljazeera.com di Doha, Qatar)

Allah karuniai wanita dengan air mata untuk dipakainya setiap saat dia membutuhkannya. Dia tidak memerlukan alasan, penjelasan untuk menggunakannya karena air mata itu adalah miliknya.
Kecantikan seorang wanita tidak terletak pada pakaian yang dikenakannya, tidak pada wajahnya atau sisiran rambutnya. Kecantikan seorang perempuan ada pada matanya, karena itulah pintu gerbang menuju hatinya – tempat cinta bersemayam.
Dan wanita yang cantik dan baik adalah wanita yg murah maharnya, yg mudah dinikahi dan yg baik pula akhlaqnya.

sumber : http://blog.its.ac.id/syafii

Sabtu, 20 Oktober 2012

Untuk Anak Muda


(gambar dari Geogle)

Berhati-hatilah wahai pemuda.

Kalau bicara soal pemuda, berarti bukan hanya mahasiswa atau pelajar saja, atau istilahnya anak-anak yang berpendidikan. Tapi juga anak-anak yang mungkin sekarang ini sedang minum bir, nelan inex, duduk berduan dengan pacarnya, melek di meja judi, melototin ps, nusukkin badan pakai jarum, bahkan juga ada yang sedang mencoba gantung diri di pohon jengkol atau nunggu kereta lewat untuk menabrakkan dirinya cuma gara-gara putus cinta. Ya, itulah wajah anak muda Indonesia jaman sekarang. Yang berpendidikan belum tentu terdidik, dan yang tidak berpendidikan kadang juga tidak mau dididik.

Alasanya mereka cuma satu; hidupku adalah kebebasanku. Inilah... setiap satu kebebasan akan selalu mendatangkan rasa atau keinginan untuk menuntut dan mendapatkan kebebasan-kebebasan lainnya. Padahal, kebebasan bukanlah hidup semaunya; salah benar ditanggung sendiri. Tetapi, kebebasan adalah hidup tenang, tentram, dan damai dengan adanya satu kepatuhan pada hukum atau keyakinan yang berkesinambungan dengan kemaslahatan bagi dirinya serta sesamanya.

Seperti halnya ketika anak muda yang menatap dunia dengan kebiasaan atau kesukaan dirinya—namun ia merasa ada ketimpangan, maka ia akan merevolusikan dirinya untuk kebebasan yang ia yakini. Yang pikirannya hanya soal cinta, maka ia akan berikan apapun yang ia miliki untuk mendapatkannya, walau harus dengan merampas atau memberikan kesuciannya. Yang pikirannya hanya soal trend dan idolanya, maka ia tidak peduli walau harus terinjak atau bahkan menangis sambil guling-guling hanya untuk meminta belas kasihan agar dapat memegang tangan atau berfoto dengan idolanya. Yang pikirannya tertuju untuk masa depan bangsa, maka ia akan memberikan segenap jiwa raganya demi perjuangan tegaknya Pancasila dan Bineka Tunggal Ika. Akan tetapi, ada satu hal yang kadang ia lupakan.

Bolehlah kita membenci kepemimpinan yang tiada berpihak pada rakyat kecil atau jelata, akan tetapi bukan berarti kita boleh berbuat onar atau brutal—sehingga mengganggu dan meresahkan masyarakat kecil yang hidupnya sudah susah malah semakin dibuat susah. Sebagai contohnya, merusak fasilitas umum, merusak kendaraaan pengguna jalan, menahan kendaraan yang dibawa supir—sebagai tugasnya untuk mengantarkan barang bawaan. Belum lagi dengan empunya yang sudah menanti dan mungkin juga kulinya yang hanya dibayar jika ia bekerja saat itu juga.

Dan satu yang aku tahu serta aku pelajari, setiap anak muda biasanya selalu merasa lebih pintar daripada anak muda yang lainnya. Karena itu, seharusnya setiap anak muda mampu mengambil kesempatan atau peluang yang ada di manapun dirinya berada—untuk menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara sebagai lahan amal yang tidak ada putusnya. Tidak selalu dengan bicara lantang di barisan terdepan, tetapi juga bisa dengan duduk di barisan belakang untuk merapikan dan mengindahkan tatanan kehidupan: membuang sampah pada tempatnya, kerja bakti merawat jalan atau fasilitas umum, menyuluh kegiatan keorganisasian yang dapat menampung anak-anak yang kurang mendapatkan pendidikan atau bahkan hanya dengan menuliskan: hati-hati, di sini sedang ada keributan dan tawuran. Hindarilah agar tidak ada perpecahan.

Sabtu, 23 Juni 2012

Wanita (untukku) Bersama Waktu Dengan Rahasia





Kadang aku berangan untuk segera memiliki pasangan hidup, tapi aku juga sadar, aku masih jauh dari pribadi yang pantas untuk dicintai. Ya, aku ini masih amat hina. Bukan hanya harta benda, tapi juga harta jiwa. Tapi aku bersyukur, sangat bersyukur, aku pernah dikenalkan dan pernah dipertemukan dengan wanita-wanita yang hebat, baik, dan juga sholehah. Adapun tak begitu, itu semua adalah sebuah ilmu yang aku pungut atas tali-temali rasa dan pikir. Dimana aku pernah gila, sangat gila!

Pernah aku mencintai seorang wanita, berpikir ia yang terbaik. Namun pada akhirnya aku diberitahu lewat waktu, setelah sekian lama dalam penantian, bahwa ia tak sebaik yang kukira. Pernah aku mencintai dan hanya hanya diam, sebab aku belajar dari yang pertama. Hingga akhirnya waktu memisahkan dan tak mempertemukan. Rindu? sangat! bahkan sampai saat ini aku tak bisa melupakannya. Ya, tapi inilah nyata... setidaknya indah sebagai lukisan di perjalanku yang angkuh dan panjang. Aku juga pernah hanya menjadi sandaran bagi yang tengah terluka, penenang bagi yang resah. Dan aku banyak mendapatkan ilmu dimana rasa sakit itu lebih baik jika keluar airmata.

Ketika jauh, namun sungguh terasa dekat. Hingga mencoba dekat, ternyata aku memang lebih pantas jauh dengannya. Bertemu untuk berakhir... sakit? tidak! karena aku percaya, setidaknya sebagai penenang jiwaku, bahwasanya aku dipertemukan dengannya melewati perjuangan hanya untuk menyatukan ia kembali bersama yang disembunyikan waktu (jodohnya) melalui kedatanganku. Tapi itulah rasa dan pikir, jika sejalan maka indah akhirnya walau kembali jauh... dan kumerasa jauh lebih indah daripada dekat namun ada bayang menipu serta akan menyesatkan. Menarik ke jurang keangkuhan dan kebodohan. Semakin dalam.

Dicintai? sungguh bahagia, tapi... waktulah yang akan menghantarkan rahasianya. Sebab ungkapan cinta yang dilontarkan hanya kalimat saja, bukan sepenuh rasa dan sepanjang pikir dengan langkah kelanjutan untuk semakin ikhlas dan tulus. Dimana rahasia akan memberikan jawaban bahwa apa, siapa, dan kenapa aku tak mudah membalas apa yang dilontarkannya. Ah, lagipula kalau memang ia melontarkannya dengan sungguh-sungguh, maka tak mungkin jika kemudian ia memilih menjauh pergi karena diamku. Andai saja ia tahu, bahwa diamku ini adalah kunci, dimana aku mengusahakan apa yang akan menjadi teman dan sahabat yang bisa menjadikan hubungan lainnya.... ya, keluarga!Dan aku tak tahu, kenapa aku tak bisa lepaskan rasa ini. Diamku adalah pikir.

Aku masih diburu rahasia, memburu yang tak pasti. Hanya dengan sapaan saja aku bahagia. Hingga aku terbunuh diamku dan terasing cobaku. Tapi, kelak akan aku temui ilmu dan hasilnya, bahwasanya rahasia itu ada. Waktu dan wanita yang terahasia itu akan menjadi satu jalan dimana langhkahku semakin jelas. Ya, ia masih rahasia. Dan ia hidup dalam pikirku, rasaku, kangenku, dan waktuku... hingga batas waktu yang tak pernah aku tahu. Kapan bertemu, atau tak akan bertemu. Sebab aku pun masih hina... terlebih aku tak mau terbenam kedalam ketiak bumi karena wanita! Sebab aku punya cinta yang diam-diam, terahasia. Dimana tak ada yang tahu kecuali aku, walau aku orang yang hina. Bukan hanya harta benda, tapi juga harta nyawa!

"Sebab cinta adalah cara untuk menjaga dan melindungi jiwa, membagi kasih sayang sebagai sifat dan pantulan atas penghambaan dan pengabdian diri kepada-Nya, jalan untuk menemukan dan kembali kepada-Nya.... Cinta akan selalu menuntut perhatian, pemikiran, pengorbanan, perasan, harta, jiwa bahkan nyawa sekalipun...!"

semoga indah saat datang dan kembali.....


Dalam kerinduan yang semakin dalam... setelah berkali-kali membaca tulisanku 'Kudamba' di buku antologi Perindu Surga.

Sabtu, 28 April 2012

KARENA MUSIK ITU ILMU

(sumber gambar dari google)

Musik lebih dekat dengan keindahan. Dan musik pun digandrungi oleh semua kalangan; orang tua, dewasa, remaja serta anak-anak. Orang kuno (jaman dahulu) biasa menggunakan musik untuk melaksanakan berbagai ritual, kemudian menggabungkannya dengan tarian-tarian, suara dan juga mantra yang disusun dengan secara sempurna. Sehingga menghasilkan irama, lagu, serta keharmonisan dari semua jenis alat atau benda yang menghasilkan bunyi-bunyian. Perkembangan jaman pun membuat orang menggunakan musik untuk sarana bersosialisasi, menyampaikan pendapat, pesan atau maksud dan juga untuk menghibur serta mengekspresikan diri. Bahagia, sedih dan lucu (humor). Bahkan musik juga digunakan untuk sarana dakwah, mengenalkan Tuhan melalui keindahan nada dan suara.

Seharusnya musik dikenalkan pada anak-anak karena sejarahnya. Dimana musik merupakan sarana yang mudah untuk menyambungkan atau menyampaikan ilmu pelajaran serta cara mengingat ilmu yang paling asyik. Namun banyak orangtua yang mampu dan memiliki keinginan lebih untuk menyekolahkan anaknya sebagai modal dasar untuk menjadi seorang yang pandai bermusik, terkenal dan kemudian memanennya kelak. Setelah dewasa atau pada saat masih remaja. Bahkan mengeksploitasi anak sejak dini dengan alasan kebahagian si anak. Padahal kebahagian anak-anak adalah bisa membuat kegaduhan (ramai). Maka seharusnya orang tua pandai memanfaatkan kegaduhan yang dibuat anaknya untuk hal-hal yang positif.

Namun tak dipungkiri, banyak orangtua yang mengenalkan musik dan gabungan lainnya seperti menari atau berjoged khas orang dewasa. Dimana mereka membuat kegaduhan si anak untuk mengobati kejenuhan dirinya sendiri. Bahkan dengan bangganya mereka memamerkan apa-apa yang dianggap ketrampilan atau kelebihan anaknya itu pada khalayak. Padahal tak lain mereka sedang menanamkan kebodohan; menunjukkan kebahgiaan yang semu, sementara kebanggaan yang didapatkannya hanya menjadi bahan perbincangan tanpa menghasilkan suatu pembelajaran yang memotifasi, hanya cap buruk yang didapatkannya. Maka tak salah jika si anak tumbuh menjadi seorang yang berpikir bahwa kebahagiaannya adalah hak yang tak dapat diganggu gugat dengan hukum yang tak tertulis; hukum pimikiran manusia dalam penilaian ilmu bersosial.

Dunia anak adalah dunia yang penuh kecerian. Karena dunia anak adalah dunia pertumbuhan, penanaman dan pembibitan pemikiran untuk kemajuan. Maka seharusnya seorang anak tak layak diajarkan untuk bermain musik orang dewasa. Musik yang penuh dengan syair kebencian dan kegalauan, walaupun syairnya cinta namun hanya mencerminkan kesemuan terhadap rasa yang tumbuh untuk salah seorang semata. Karena biasanya musik yang mengajarkan cinta dalam arti sosial adalah musik yang beraliran keras, belum lagi jika menggunakan atribut yang tak pantas untuk dipandang. Bagaimana mungkin seorang laki-laki memakai anting atau tindik yang bukan hanya pada telinga, tapi juga di alis (samping mata), lidah, hidung, bibir, bahkan melukis tubuhnya dengan aneka gambar yang menyeramkan. Apakah mau jika seorang anak akan beranggapan kalau kebahagiaan mereka adalah kegaduhan yang mirip kegaduhan anak muda atau dewasa? Dimana bersuka cita dalam kebanggaan untuk menunjukkan kekuatan dengan saling dorong, angkat badan, atau bahkan saling membenturkan badan seperti pada musik underground.

Mari, kembalikan musik anak pada konotasi sesungguhnya. Bahwasanya musik itu ilmu. Menjaga dan mengapresiasikan diri dalam bentuk kesopanan bahasa dan konjungsi atau gabungan lainnya seperti syair, tarian, pencitraan diri dalam seni yang mengangkat derajat sosialnya meski tak mendapatkan apresiasi materi. Karena dewasa ini banyak orang mengatakan bahwa musik adalah sumber penghidupan; siapa yang memantapkan musik karena untuk makan (bekerja), maka dipastikan ia akan berhasil dengan atau dalam bermusik. Namun sayangnya terkadang mereka melupakan kebahagiannya dalam meraih hak dan kewajiban seorang anak; belajar (menuntut ilmu) dan bermain.

Apalagi musik yang datang dari moderenisasi dunia luar semakin parah. Jangan biarkan realitas musik anak indonesia diracuni budaya asing yang semakin gencar mengapresiasikan kebebasannya dalam membungkusi musik dengan gaya hidup orang asing yang sangat tak pantas untuk anak-anak indonesia. Busana yang semakin minim dan memamerkan bentuk tubuh yang seharusnya menjadi bagian kehormatan seorang wanita.

Selasa, 17 April 2012

Hidupmu Hidupku (dalam buku antologi Dear Mama #4, royalti untuk amal)





Ibu... bagaimana kabarmu? Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu menjagamu.

Engkau pasti tahu, bahwa aku sangat merindukanmu. Disini, di Jakarta, kulangkahkan kaki, kugerakkan badan, dan kuhidupkan pikiran bersama ridhamu. Sesuai harapan untuk satu kisah cinta, untuk keluarga yang bahagia. Kita selalu bahagia, meski dalam keadaan hidup yang sangat sederhana, banyak kurangnya. Tapi keyakinanku akan nikmat-Nya, yang engkau tanamkan di hati ini, membuatku mampu melangkah dalam lautan duri yang menusuk sendi nurani. Di sini, aku masih mencoba mengukir bingkai-bingkai kehidupan untuk dijadikan kenangan yang indah dalam sepanjang perjalan. Terkadang kurasakan resah, galau dan lelah. Aku ingin jatuhkan tubuhku dalam pelukan hangatmu, tapi jarak antara Jakarta dan desa kita, selalu menjadi penghalang utama. Tapi aku bahagia saat aku pandangi gambar wajahmu yang cantik, secantik laku dan selembut belaian serta tutur katamu. Potret wajahmu kusimpan dalam lempitan dompetku, meski dompetku kusut dan bau. Maaf jika aku salah menempatkannya. Tapi, percayalah ibu, potretmu selalu kujaga dan kurawat denagn baik-baik.

Ibu... kerinduan ini semakin dalam, lebih dalam dari laut yang ditakuti penyelam. Lebih indah dari dalamnya laut yang selalu dibanggakan penyelam. Andai aku mampu selami hatimu, mungkin aku akan mengerti dengan apa aku menjamah cintamu. Tapi aku percaya, cintamu tak terbatas. Kecuali waktu yang telah ditetapkan-Nya, seperti waktu yang telah menetapkan cinta dari Ayah. Darimu aku pelajari cinta. Sebenar-benarnya cinta. Cinta terhadap Tuhan, keluarga, saudara, bahkan cintamu pada gambar tanggungjawabku, almarhum Ayah yang kuhormati dan kucintai. Darimu pula aku pelajari keramahan, kelembutan dan kehormatan. Aku selalu merindukan tarikan tanganmu di telingaku, saat aku mulai menghisap asap yang kejam ini. Aku belum bisa menepiskan kesukaan dan kebiasaanku berteman dengannya yang selalu menipuku ini. Aku juga rindu jepitan tanganmu di hidungku, saat aku masih lelap, sementara matahari mulai menunjukan sinarnya, yang masuk kedalam rumah melalui celah-celah dinding rumah yang terbuat dari bambu.

Ibu... sampai detik ini aku masih ingat satu permintaan yang menjadi kewajiban bagiku untuk memenuhinya. Sebentuk cinta yang akan menjaga kita dari dinginnya angin malam yang teramat dingin, dari teriknya sinar mentari kala siang, serta dari hujan yang datang baik dikala malam, siang bahkan pagi sekalipun. Yaitu; Rumah cinta, rumah yang menjadi dambaan kita. Surga kecil yang indah dan damai. Namun, hingga saat ini aku belum mampu mewujudkannya. Aku minta maaf Bu.. tapi, aku janji. Aku akan terus berusaha untuk mewujudkannya. Tak peduli meski harus kukorbankan masa mudaku. Karena aku percaya; dengan pengorbanan ini, maka akan ada bahagia dimasa tua. Aku tak iri pada teman-temanku yang memiliki sepeda motor dan bisa membonceng pacarnya, tapi aku selalu iri jika aku tak bisa menabung untuk rumah cinta. Aku akan sedih, karena hanya itu satu-satunya cara untuk mewujudkannya. Usaha yang menjadi kelanjutan setelah do’a dan bekerja. Engkau tak perlu takut. Aku pun masih sisihkan untuk kebutuhan kita saat ini. Akan aku cukupi semuanya, secukup syukur serta implementasinya. Karena cukup itu adanya di hati, bukan yang ada di bank, di dompet, di halaman, di rumah, di parkiran atau yang masih di dalam mimpi sekalipun. Dan untuk mimpi, cita-cintaku telah kugantungkan setinggi langit, agar menyatu dengan do’amu yang menuju kepada-Nya. Karena hanya Allah yang dapat mengabulkannya. Aku hanya berusaha, dan semoga Allah setuju dengan rencana-rencana baik kita, salah satunya; Rumah Cinta.

Ibu... Engkau adalah nafasku, semangat yang tak pernah padam, bekal tanggung jawab dalam kenyataanku. Engkau adalah jiwaku, akan kujaga sekuat raga ini, dan kutempatkan dalam ruangan teristimewa di hatiku. Engkau adalah pelangi hidupku, yang memberi arti dalam setiap langkah, seiring do’a penguat batinku. Engkau adalah gambar cintaku di hijaunya alam, yang sejukan pikiran, bersama senyuman awan yang tak lekang. Engkau adalah pelita, penerang gelapnya jalan yang terhampar jutaan penghalang dalam langkah hidupku. Engkau adalah keindahan, pelepas resah serta gundah yang tak pernah merasa jenuh atau pun lelah. Engkau adalah kebahagiaan, sebagai naungan dalam basah luka dan derita, pemancang keyakinan nuraniku. Engkau adalah hidupku, hidupku ada dalam ridhamu, maafkan segala salahku, akan kubalas semua kebaikanmu. Begitu luas samudra maafmu, begitu tulus kasih sayangmu, begitu dalam rasa cintamu, begitu kuat ikatan rindumu. Surga di telapak kakimu, betapa bodoh jika aku melupakanmu hanya untuk seorang wanita yang akan menjadi ibu untuk anak-anakku. Aku mencintaimu bagai mencintai kebenaran...

Jumat, 06 Januari 2012

Kau Harus Tahu

(sumber gambar dari google)

Kawan, kau tahu
Banyak orang yang bijak,orang yang sukses, orang yang kaya, bahkan orang yang sengsara
Tapi, jangan katakan: aku menderita!
Atau kau akan nikmati hidupmu hanya dengan ratapan sesat!

Kawan, banyak sekali orang yang sukses dengan sifat bijaknya, yang didukung kekayaan dari orangtuanya atau saudaranya.
Tapi, banyak orang yang sukses namun tak punya sifat bijak. Meski banyak harta, melimpah ruah, hidup dalam istana.

Kawan, banyak orang yang sukses karena kekayaannya, dan akhirnya mendatangkan sifat bijaknya. Kemudian bertambah hartanya.

Dan kau pilih mana, Kawan?

Jika kau tak punya kekayaan, tak punya sifat bijak, tapi kau ingin sukses, maka kau sukses dalam keomongkosonganmu!

Kawan, biar kita tak punya kekayaan yang mendukung, tapi lahirkanlah sifat bijak itu, hingga kau akan sukses dalam hatimu!

Ketenangan dan kenyamanan hidup yang tak semua orang miliki, meskipun ia miliki kekayaan yang melimpah ruah.

Dan aku memang tak miliki kekayaan yang mendukung itu, tapi aku miliki harta yang harus aku dukung dengan sifat bijak itu, agar aku raih kesuksesan dalam memiliki harta itu. Bertanggung jawab.

Dan kau tahu, Kawan? Hartaku adalah orang tua, keluarga, saudara, sahabat, teman, kawan, bahkan lawan yang memberiku pelajaran agar aku lebih bisa mengalah dan bisa merangkulnya dalam langkah yang bijak.

Ya, semua itu adalah kekayaanku, karena Alloh Maha Kaya...

Senin, 02 Januari 2012

Tanami Tanah Pertiwi (100 besar lomba Andai Aku Menjadi DPD RI)





Aku hanya seorang anak seorang petani kecil dan lulusan SLTP. Namun aku tetap anak Indonesia, yang memiliki kecintaan terhadap bangsa dan negara. Meski aku sendiri tidak tahu apa benar negeri ini masih berbangsa, dan masihkah tanah ini layak disebut negara. Mungkin atau tidak, tapi aku tetap punya mimpi. Meski mimpi ini selalu terampas oleh kenyataan, kekuasaan dalam hak yang diwakilkan sekumpulan orang yang mengaku pahlawan. Nyatanya benar, mereka adalah pahlawan untuk kelompok atau organisasi yang bertopeng atas nama rakyat. Bendera berwarna dan berlambang kerakusan lengkap dengan atribut dan kadernya. Aku yakin bisa menjadi DPD RI, jika aku terus berusaha. Seperti yang kerjanya hanya tidur atau duduk di kursi dengan asyik menonton film dewasa sambil tertawa. Lagi pula aku juga sudah dewasa, maka aku bisa!

Aku punya mimpi! Aku ingin menjadi DPD RI. Bukan untuk mencari nama (pahlawan) atau uang serta kekuasaan. Tapi aku ingin membebaskan rakyat dari belenggu janji serta memajukan kehidupan dengan segala sumberdaya maupun potensinya. Aku akan ajukan undang-undang tentang pembelaan kesejahteraan para petani dan nelayan, serta rakyat miskin desa lainnya. Bukan undang-undang yang menjadi pintu kebebasan bagi pembesar negara untuk melebarkan tanah dan rumahnya. Bukan pula untuk memudahkan langkahnya dalam membusungkan dada dan membuncitkan perutnya, agar tidak ada lagi rakyat yang kehilangan harta dan nyawanya dengan sia-sia. Digusur tanah dan rumahnya, apalagi terjajah hak dan kewajibannya. Sebab aku memiliki wewenang untuk hal tesebut, sebagai DPD RI. Bukan mewakili rakyat dalam menikmati kekayaan negara, sehingga aku hidup dalam kemewahan, namun rakyat hidup dalam kesengsaraan. Aku akan benar-benar tajamkan mata serta pikiran, lalu mengelolanya dengan hati dan ilmu kenyataan yang dialami rakyat, agar tidak ada hukum yang membuat rakyat semakin menderita dan sengsara.

Tugas DPD RI, bukan hanya soal hukum dan perundang-undangan, namun juga implementasinya. Maka aku akan selalu gunakan hak suara rakyat dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang terkoordinir, untuk mengurangi adanya demo-demo yang kadang hanya menambah masalah, bukan menyelesaikan masalah. Karena demokrasi bukan hanya untuk wakilnya, tetapi juga yang diwakilkan. Apalagi jika demo hanya ajang untuk menyakiti diri dengan jahit mulut ataupun bunuh diri. Karena rakyat juga memilki hak untuk mengawasi pemerintahan dan memiliki kewajiban untuk membangun kepemerintahan yang sehat, jujur, adil, dan bijaksana. Maka rakyatlah yang harusnya beperan penting dalam hal pembangunan, otonomi daerah, bukan para investor asing. Karena rakyat masih mampu untuk mengolah tanahnya sendiri, tanah ibu pertiwi. Dan dengan bantuan serta sokongan dari pemerintah, maka terbuktilah dari rakyat untuk rakyat. Bukan dari rakyat lalu dijerat, dikhianati dengan janji-janji yang hanya menambah reputasi basi bagi pembesar-pembesar negara yang komunis, leberalis, maupun hedonis. Bertangan besi.

Dengan kenyataan yang ada, apakah benar jika Indonesia itu negara agraris. Dimana kini impor beras semakin tinggi, bahkan sampai-sampai menjadi induk masalah di tubuh DPR, yang seharusnya paham dan tahu bahwa Indonesia memiliki tanah yang subur makmur, tanah surga. Namun yang subur hanya tanah yang di atasnya dibangun gedung yang mewakili kebun, ternak, tambak, bahkan juga mewakili dapur. Sementara sawah dan ladang para petani tidak lagi memiliki kesempatan menumbuhkan bibit harapan kesejahteraan, jika hanya untuk sekedar membuat sambal, tomatnya saja kini harus impor!